PENDEKATAN
TATA RUANG WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MULTIMODA
(Penentuan Jalur Revitalisasi Kereta Api Aceh)
Junaidi
Ali
Kepala Bidang Program dan Pelaporan Dishubkomintel Aceh
Abstrak
Kebijakan
pembangunan transportasi belum mampu mendorong berkembangnya sektor industri
dan meningkatkan daya saing daerah yang menitikberatkan pada efisiensi dan
efektivitas pergerakan barang, keterpaduan jaringan prasarana transportasi memiliki dampak
langsung terhadap aksesibilitas ruang kawasan. Peranan transportasi
multimoda dirasakan semakin mendesak untuk dikembangkan di Indonesia disebabkan
oleh masih lemahnya kapasitas sistem logistik nasional. Strategi
demand follow supply dalam perencanaan transportasi perlu dipertimbangkan
untuk mendorong interaksi positif transportasi dengan ruang
wilayah. Pendekatan interaksi tata ruang wilayah dengan transportasi menuju
terciptanya transportasi multimoda masih menjadi persoalan dan belum memberi
kontribusi yang signifikan untuk pertumbuhan
ekonomi wilayah. Tulisan ini akan menggunakan aspek pendekatan tata
ruang wilayah dalam menyusun penentuan jalur revitalisasi kereta api, dengan mempertimbangkan
instrumen tata ruang dan instrumen teknis penentuan jalur akan dapat mengintegrasikan
transportasi pada lokasi pusat-pusat kegiatan,
kawasan industri dan kawasan pelabuhan yang ditetapkan dalam tata ruang wilayah, sehingga terwujudnya pengembangan transportasi
multimoda.
Kata
Kunci: tata ruang wilayah, transportasi multimoda,
jalur kereta api
PENDAHULUAN
Strategi pembangunan transportasi mengenal semboyan Supply follow demand dan demand follow supply. Strategi supply follow demand atau penawaran
mengikuti permintaan merupakan tersedianya fasilitas transportasi untuk
menunjang kegiatan-kegiatan pada sektor lain. Perencanaan transportasi demikian
berbasis pada kebutuhan pelayanan jasa transportasi pada sektor-sektor lain
yang sudah tersedia lebih dahulu. Sebaliknya, demand follow supply atau permintaan mengikuti penawaran adalah
penyediaan fasilitas transportasi dilakukan lebih dahulu dengan tujuan
berkembangnya kegiatan produksi sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh wilayah
tersebut dengan menggunakan jasa transportasi yang disediakan.
Perencanaan transportasi Supply follow demand berbasis pada terciptanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Kelemahan
dari strategi ini adalah perencanaan proyeksi kebutuhan infrastruktur (supply) tidak pernah mencapai
keseimbangan dengan permintaan (demand),
strategi ini juga tidak mampu menjawab tujuan pengembangan ekonomi wilayah
serta dampak yang ditimbulkan dalam bidang sosial, lingkungan dan kesenjangan
spasial. Perencanaan transportasi masa depan harus didesain secara tepat dan
berkelanjutan (sustainable), dengan mengedepankan
strategi demand
follow supply, transportasi diarahkan untuk mendorong berkembangnya wilayah dengan berbasis pengembangan tata ruang wilayah.
Pengembangan wilayah memiliki tiga unsur fundamental
yaitu adanya pusat-pusat kegiatan, wilayah pengaruh atau wilayah pelayanan
serta jaringan transportasi yang menghubungkan
pusat-pusat kegiatan dengan wilayah pengaruhnya. Jaringan transportasi tersebut
meliputi jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Sebagai
salah satu unsur utama pengembangan wilayah, maka jaringan prasarana dan jaringan pelayanan harus
menjangkau seluruh wilayah secara merata sehingga dapat
menimbulkan interaksi sosial dan peningkatan ekonomi wilayah dengan ketersediaan
aksesibilitas transportasi yang lancar.
Peningkatan
aksesibilitas wilayah membutuhkan ketersediaan
dan keterpaduan jaringan transportasi yang efektif dan efisien terutama
dalam hal pengangkutan barang.
Keterpaduan jaringan transportasi ini tidak hanya berpedoman pada penggunaan satu moda saja (unimodal transport of goods), tetapi berpeluang
untuk penggunaan dua atau lebih moda (multimodal
transport). Untuk mencapai efisiensi, transportasi barang harus memilih
kombinasi moda yang sesuai, kombinasi kereta api dan pelabuhan dengan tetap
memperhatikan jarak angkut merupakan kombinasi moda yang paling sesuai untuk pengangkutan barang secara
massal.
Rencana
pengembangan transportasi multimoda melalui pendekatan tata ruang diyakini
adalah suatu pendekatan yang ideal dalam
perencanaan transportasi. Pendekatan tata ruang wilayah dapat mendorong
efektifitas pengembangan ekonomi wilayah beserta efisiensi transportasi. Melalui
studi kasus revitalisasi kereta api Aceh, maka tulisan ini akan menerapkan
konsep pendekatan tata ruang wilayah pada rencana pengembangan transportasi
multimoda.
Rumusan Masalah
Pengembangan berbagai moda transportasi dalam satu kesatuan jaringan sangat dipengaruhi
oleh arahan struktur ruang
wilayah.
Keterpaduan antara pengembangan
wilayah
dengan penyediaan jaringan infrastruktur transportasi akan memberikan peluang pengembangan transportasi multimoda. Berpedoman pada kebijakan pembangunan wilayah pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Aceh serta rencana revitalisasi kereta api Aceh, maka untuk mencapai pengembangan transportasi multimoda
perlu dirumuskan bagaimana merencanakan jalur revitalisasi
kereta api Aceh dengan menggunakan
pendekatan tata ruang
wilayah.
Tujuan
Penelitian
Perencanaan transportasi yang efektif
dan efisien dilaksanakan dengan
pertimbangan strategi demand follow
supply. Strategi perencanaan transportasi ini dilaksanakan dengan
mengedepankan pendekatan kesesuaian arahan struktur ruang kawasan. Keterpaduan antara berbagai moda
transportasi dan kesesuaian dengan tata
ruang wilayah akan mampu menciptakan efisiensi pergerakan barang. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a.
Penentuan jalur kereta api yang mendorong berkembangnya
pusat-pusat kegiatan, kawasan industri dan lokasi pusat perdagangan dan
distribusi berdasarkan tata ruang wilayah;
b.
Mengintegrasikan jalur revitalisasi kereta
api dengan pelabuhan untuk transportasi barang dalam pengembangan transportasi
multimoda.
Metodologi
Penelitian
Transportasi sebagai servicing
sector adalah memberikan pelayanan kepada kegiatan sektor-sektor lain,
analisis kebutuhan transportasi melibatkan beberapa disiplin lain untuk
membahas permintaan dan penawaran, pendapatan dan investasi, pengembangan
wilayah serta kebijakan dan perencanaan pembangunan (Rahardjo Adisasmita, 2015).
Penelitian ini akan menelaah interaksi antara tata ruang wilayah dan
transportasi, khususnya rencana revitalisasi kereta api Aceh. Penentuan jalur
kereta api menggunakan aplikasi ArcGIS dengan memanfaatkan data tematik yang
tersedia dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) berdasarkan Qanun Aceh
No.19 Tahun 2013.
Rekomendasi studi-studi terdahulu dimanfaatkan untuk
menentukan jalur kereta api berdasarkan ruang lingkup Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.11 Tahun
2012 tentang Tata Cara Penetapan Trase Jalur Kereta Api, dengan mempertimbangkan instrumen tata ruang meliputi
aksesibilitas kawasan dan identifikasi dampak lingkungan; dan instrumen teknis
penentuan jalur meliputi pengalokasian ruang perencanaan dan ruang operasi. Peningkatan
aksesibilitas kawasan dinilai melalui adanya integrasi jalur revitalisasi
dengan pusat kegiatan, kawasan industri dan kawasan pelabuhan. Kesesuaian
penggunaan lahan menggunakan arahan tata ruang wilayah untuk menganalisis identifikasi
dampak lingkungan.
INTERAKSI TATA RUANG WILAYAH DENGAN TRANSPORTASI
Perencanaan transportasi merupakan suatu proses yang
dinamis dengan mengedepankan pertimbangan tata
guna lahan. Perencanaan transportasi tanpa pengendalian tata
guna lahan adalah mubazir karena perencanaan transportasi pada dasarnya adalah
usaha untuk mengantisipasi kebutuhan akan pergerakan di masa mendatang, dan
faktor aktivitas yang dicanangkan merupakan dasar analisisnya (Ofyar Z. Tamin, 2000).
Interaksi antar wilayah menunjukkan bahwa
penentuan zonasi kawasan
memiliki hubungan bersifat siklus atau feedback
cycle yang saling mempengaruhi dengan jaringan transportasi. Zonasi kawasan
(permukiman, industry atau komersil) yang diatur dalam tata ruang wilayah menentukan area
lokasi manusia beraktivitas. Keterbatasan kemampuan masing-masing wilayah
menciptakan interaksi antar wilayah melalui pergerakan manusia dan barang untuk
memenuhi kebutuhan.
Interaksi antar wilayah ini terjadi melalui sebaran infrastruktur jaringan
transportasi yang menentukan tingkat aksesibilitas. Sebaran dari aksesibilitas
kawasan ini pada akhirnya akan kembali mempengaruhi pola tata guna lahan (Michael Wegener&Franz Furst, 1999).
Aksesibilitas Lokasi
dan Dampak Lingkungan
Interaksi
antara tata ruang wilayah dengan jaringan transportasi telah lama dikaji oleh
para ahli dan membuktikan bahwa aksesibilitas wilayah merupakan isu utama dan
tujuan dalam interaksi tersebut. Wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas
tinggi memiliki daya tarik yang lebih besar dan kemampuan untuk berkembang. Selain meningkatkan
aksesibilitas kawasan, transportasi juga mampu mengembangkan ekonomi lokal dan regional melalui efisiensi biaya
transportasi. Akan tetapi, hal ini tidak
selamanya benar, pada negara yang sudah maju dimana transportasinya telah lebih baik, keberadaan infrastruktur transportasi
terkadang tidak memberi dampak apapun atau bahkan memberikan dampak negatif
terhadap perekonomian. Efisiensi biaya
transportasi merupakan upaya untuk mengintegrasikan jaringan transportasi
dengan tata ruang wilayah, berbagai model pendekatan berkembang sesuai dengan sasaran
yang diinginkan. Pendekatan perencanaan transportasi khususnya
pergerakan barang sangat terkait dengan aktivitas industri (Tolley&Turton, 1995).
Produksi industri
sangat menekankan penghematan biaya transportasi melalui efisiensi investasi pada penentuan lokasi, biaya
produksi industri terdiri atas tiga bagian yaitu biaya transportasi, biaya
pekerja dan pola lokasi, biaya paling efisien diperoleh dengan mendapatkan
biaya lokasi yang memiliki biaya pengangkutan bahan/material ke lokasi
pengolahan dan biaya pendistribusian menuju pasar paling rendah (Marsudi Djojodipuro,
1992).
Pengalokasian
ruang untuk kegiatan tertentu dalam rencana tata ruang wilayah mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan zonasi kawasan. Penataan ruang kawasan
berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan
budidaya, penyelenggaraan tata ruang wilayah seharusnya dapat mewujudkan ruang
wilayah yang produktif dan berkelanjutan
dengan berjalannya proses produksi dan distribusi secara efisien yang
memberikan nilai tambah ekonomi serta memperhatikan kondisi kualitas lingkungan
(Budi Supriyatno, 2009).
Perencanaan transportasi diarahkan melalui rencana tata
ruang wilayah sebagai bagian dari dukungan terhadap rencana
tata ruang wilayah. Karakteristik berbagai moda transportasi
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, Interaksi
antara penggunaan lahan dan moda transportasi dalam mengejar efisiensi terus
berevolusi menuju keseimbangan, saat ini mengedepankan interaksi transportasi
dengan tata ruang wilayah, pada masa yang akan datang interaksi transportasi dengan
lingkungan hidup akan menjadi kebutuhan mutlak.
Perencanaan
transportasi yang terintegrasi dengan tata ruang wilayah harus
memperhatikan instrumen tata ruang yaitu pertimbangan terhadap dukungan aksesibilitas dan
dampak lingkungan. Pertimbangan dukungan aksesibilitas bertujuan untuk memberi
ketersediaan yang cukup untuk melayani pergerakan barang dari dan menuju pusat kegiatan, kawasan industri dan kawasan pelabuhan.
Identifikasi dampak lingkungan perlu mendapat perhatian dengan mengurangi
penggunaan kawasan produktif pertanian, perkebunan dan perikanan yang
menyebabkan terganggunya keseimbangan sosial, demikian juga untuk kawasan
pemukiman yang dapat berakibat kebisingan dan kecelakaan.
Pengalokasian Ruang Untuk
Jalur Kereta Api
Perkeretaapian
merupakan moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan dalam
kemampuannya untuk mengangkut penumpang dan barang secara massal, hemat energi
serta hemat dalam penggunaan ruang. Perencanaan pembangunan perkeretaapian dilaksanakan dengan mempertimbangkan kelayakan secara teknis dan ekonomis. Secara teknis diartikan,
jalur kereta api harus dapat dilalui kendaraan rel dengan aman dan tingkat
kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya. Secara ekonomis diharapkan agar
pembangunan dan pemeliharaan konstruksi tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya sekecil mungkin (Hermanto Dwiatmoko, 2013).
Pembangunan jalur kereta api didasarkan pada penetapan jalur yang mengacu
pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.11 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penetapan Trase Jalur Kereta Api. Penentuan trase jalur kereta api paling
sedikit memberi informasi tentang titik koordinat, lokasi stasiun dan rencana
kebutuhan lahan yang sesuai atau diluar rencana induk perkeretaapian. Titik
koordinat trase jalur kereta api diperoleh dengan metode dan instrumen
pengumpulan data serta standar pengolahan data geospasial.
Koordinat jalur kereta api merupakan dasar penetuan bagi pengalokasian
ruang untuk perencanaan dan pengalokasian ruang untuk operasi. Pengalokasian
ruang untuk perencanaan meliputi kebutuhan lahan bagi tersedianya Ruang Manfaat
Jalur Kereta Api (Rumaja), Ruang Milik Jalur Kereta Api (Rumija) dan Ruang
Pengawasan Jalur Kereta Api (Ruwasja). Sedangkan pengalokasian ruang untuk
operasi membutuhkan adanya Ruang Bebas dan Ruang Bangun.
Konstruksi jalan rel dan fasilitas operasinya dibangun pada area Ruang Manfaat Jalur kereta api. Area ini juga menjadi tempat bagi penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan
pelengkap. Ruang
milik jalur kereta api meliputi bidang tanah di kiri dan kanan ruang manfaat
jalur. Ruang ini berfungsi
sebagai penyangga Ruang Manfaat Jalur. Batas ruang milik jalur, paling sedikit memiliki lebar 6 (enam) meter dari batas paling luar sisi kiri dan
kanan Ruang Manfaat Jalur. Ruang pengawasan
jalur kereta api meliputi bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan
ruang milik jalur. Ruang pengawasan digunakan kelancaran operasi kereta api. Batas ruang
pengawasan jalur adalah masing-masing selebar 9
(sembilan) meter diukur dari batas paling luar sisi kiri dan kanan Ruang Milik
Jalur.
Ruang
Bebas dan Ruang Bangun diatur lebih jelas dalam Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Perkeretaapian yang menyebutkan
bahwa ruang operasional kereta api selain meliputi ruang bebas, ruang bangun
juga menyertakan pertimbangan standar geometri, beban gandar dan frekuensi. Batas
ruang bangun diukur dari sumbu jalan rel pada tinggi 1
meter sampai 3,55 meter. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan seperti dalam Tabel.1
berikut.
Tabel. 1 Jarak Ruang Bangun Jalur Kereta Api
Sumber: Permenhub Nomor PM.24
Tahun 2015
Penentuan jalur
kereta api juga meliputi informasi lokasi stasiun. Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun
Kereta Api menjelaskan stasiun sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian
kereta api, menurut jenisnya stasiun kereta api terbagi dalam stasiun
penumpang, stasiun barang dan stasiun operasi. Stasiun diklasifikasikan dalam
kelas besar, kelas sedang dan kelas kecil yang didasarkan jumlah angka kredit, komponen
jumlah penumpang dan barang masing-masing dengan angka kredit 20 persen dan 5
persen, selebihnya sebanyak 75 persen adalah fasilitas operasi, jumlah jalur,
fasilitas penunjang dan fasilitas lalu lintas. Untuk kepentingan bongkar muat
barang di luar stasiun, dapat dibangun jalan rel yang menghubungkan antara
stasiun dan tempat bongkar muat barang.
Berdasarkan pada
peraturan-peraturan Menteri Perhubungan maka dapat disimpulkan komponen penting
dalam instrumen teknis penentuan jalur. Penentuan
jalur kereta api paling kurang meliputi penetuan koordinat, lokasi stasiun dan rencana kebutuhan lahan. Untuk
lebar jalur hanya dibatasi pada area tersedianya ruang
milik jalur sebagai batas lahan yang harus disertifikasi. Lokasi stasiun akan
ditentukan berdasarkan pusat kegiatan dan pertimbangan terhadap kawasan yang
dilayani serta masukan studi kelayakan. Pengalokasian ruang jalur dan lokasi
stasiun akan mengidentifikasi jumlah kebutuhan lahan.
ARAH
PENGEMBANGAN TRANSPORTASI BARANG ACEH
Kebijakan pengembangan transportasi barang nasional
merupakan bagian penyelenggaraan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang
bertumpu pada pengembangan transportasi multimoda. Transportasi multimoda secara
nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2011 tentang
Angkutan Multimoda. Transportasi multimoda didefinisikan sebagai angkutan
barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda
atas dasar 1(satu) kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari
satu tempat diterimanya barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat
yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.
Persoalan
mendasar yang terjadi dalam
penyelenggaraan transportasi multimoda secara nasional adalah kelemahan dalam mewujudkan keterpaduan
dari beberapa pelayanan moda transportasi. Keterpaduan yang diinginkan tidak
hanya sekedar bermaksud untuk mengkombinasikan berbagai moda transportasi,
tetapi lebih kepada upaya meningkatkan pengintegrasian dengan kawasan-kawasan
yang menjadi sumber pergerakan transportasi
barang.
Transportasi Barang dan Pengembangan Ekonomi Wilayah
Penyelenggaraan
transportasi multimoda
yang mendukung Sistem Logistik Nasional belum
memperlihatkan efisiensi dan efektivitas
pergerakan barang. Hasil kajian yang dilaksanakan
oleh World Bank pada tahun 2014
memperlihatkan bahwa peringkat Logistic
Performance Index Indonesia adalah berada pada posisi 53 dari 160 negara
yang disurvei, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya kualitas dan kuantitas
infrastruktur untuk perkembangan transportasi multimoda.
Konsep
transportasi unimodal yang bertumpu pada angkutan jalan selama ini semakin memperburuk Sistem Logistik Nasional. Kondisi prasarana jalan semakin membutuhkan investasi dalam jumlah besar untuk
perawatan. Biaya transportasi barang mengeluarkan biaya tinggi untuk operasional yang membebani penyelenggara transportasi barang.
Pusat-pusat
kegiatan yang merupakan
pasar bagi transportasi barang di Aceh selama ini masih sangat bergantung pada angkutan jalan dengan
tingkat aksesibilitas yang bervariasi. Penyelenggaraan transportasi barang Aceh juga belum mampu membangkitkan
produksi pergerakan barang dari wilayah-wilayah industri. Lokasi-lokasi
industri yang ada dan telah ditetapkan belum mampu memberikan daya tarik bagi
investasi. Pergerakan barang yang tidak adanya perkembangan pertumbuhan
industri wilayah dapat terlihat dari volume barang yang bergerak di wilayah
Aceh, seperti diperlihatkan pada Tabel.2
berikut ini.
Tabel 2. Jenis Barang Pada Jembatan Timbang Seumadam Tahun 2014
Sumber: Diolah dari Data Dishubkomintel Aceh
Berdasarkan data pada jembatan timbang yang berada di perbatasan
Aceh dan Sumatera Utara dihitung persentase pergerakan barang yang masuk dan
keluar dalam satu tahun berdasarkan jenis barang. Data menunjukkan barang masuk
yang dominan adalah untuk kebutuhan rumah tangga (konsumsi) dan konstruksi mancapai
75,13 persen. Sedangkan untuk barang yang keluar hasil pengolahan industri
hanya berkisar 12,64 persen, hasil pertanian yang dapat menjadi bahan mentah
(bahan baku agroindustri) tercatat sebesar 68,91 persen.
Beberapa kawasan industri yang ditetapkan dalam tata
ruang Aceh dan hingga saat ini belum menunjukkan tumbuhnya perkembangan barang
produksi. Pendekatan tata ruang wilayah dalam pembangunan transportasi diharapkan
dapat memberi dukungan terhadap pengembangan wilayah khususnya perkembangan
kawasan industri yang telah ditetapkan. Metodologi perencanaan transportasi
barang perlu dikembangkan dengan menitikberatkan pada arah pengembangan transportasi yang mendorong
pembangunan ekonomi wilayah terutama dalam hal transportasi barang dan
perdagangan, maka penyediaan infrastruktur transportasi akan meningkatkan produktivitas daerah serta
memfasilitasi pergerakan barang industri dan mempengaruhi lokasi industri (Noor
Mahmudah dkk, 2011). Perencanaan transportasi yang menerapkan strategi demand follow supply akan mendorong
pengembangan kawasan industri yang menghasilkan barang produksi dalam jumlah
besar. Transportasi memiliki peran dan fungsi dalam mendukung interaksi antar wilayah
dengan menjembatani kawasan produksi dengan kawasan pemasaran (Sakti Aji
Adisasmita, 2012).
Pusat Perdagangan dan Distribusi Logistik
Pendekatan perencanaan transportasi multimoda dijalankan
untuk mendukung wilayah dari sistem manajemen rantai pasok (supply chain management). Sistem rantai pasok secara keruangan membutuhkan suatu
lokasi tempat terpusatnya berbagai kegiatan
logistik, yang mampu menghubungkan antara operator logistik dengan pasar
secara efisien (Kabaskin, 2010). Lokasi pusat logistik tersebut biasanya memiliki
prasarana/jaringan transportasi berskala hub/pengumpul (pelabuhan dan bandara),
agar mampu mengakses pasar secara efisien. Dalam kondisi tersebut lokasi pusat
distribusi mejadi sangat strategis yang juga menjadi bagian dari sistem prasarana
transportasi multimoda.
Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) telah menetapkan
struktur pusat-pusat kegiatan berdasarkan hirarkinya, dan salah satu hal yang
spesifik dalam RTRWA adalah penentuan pusat ekonomi kawasan berbasis
agroindustri yang disebut dengan Aceh
Trade and Distribution Centre (ATDC) yang dibagi dalam 6 (enam) zona yang
tiap zona terdiri dari beberapa kabupaten/kota, masing-masing zona memiliki logistic center atau pusat agroindustri.
Jalur revitalisasi kereta api Aceh direncanakan melewati
3 (tiga) zona yaitu zona pusat, zona utara dan zona timur. Pusat agroindustri yang ditetapkan dalam tata ruang
diarahkan untuk berkembangnya produksi industri yang berorientasi ekspor,
dengan demikian diharapkan masing-masing zona dapat mengembangkan ekonomi
wilayahnya dengan produksi hasil industri yang mengedepankan bahan baku dari
hasil pertanian. Pusat agroindustri, kawasan industri nasional serta
pusat-pusat kegiatan yang dilalui revitalisasi kereta api masing-masing zona
dapat dilihat pada Tabel.3 berikut:
Tabel 3. Pusat Kegiatan, Kawasan dan ATDC
Revitalisasi
Kereta Api
Jalur kereta api dari Ibukota Provinsi Aceh (Banda Aceh) sampai ke Ibukota Sumatera Utara (Medan) dibangun selama 40 tahun yang
dimulai dari tahun 1876 sampai tahun 1912. Namun, seiring berkembangnya
transportasi jalan raya dan perubahan-perubahan sosial ekonomi dan politik maka
jalur kereta api ini ditutup pada tahun 1974. Setelah terjadinya bencana tsunami dan
didorong pada kepedulian dan bantuan masyarakat dunia, SNCF Internasional
dengan semangat solidaritas melakukan studi kelayakan perkeretaapian Aceh. Proyeksi perkembangan lalu lintas angkutan
barang dan penumpang sampai dengan tahun 2030 dapat dilihat pada Tabel.4. Skenario jalur tunggal
menyebabkan tidak berkembangnya jumlah penumpang pada jalur jarak jauh akibat
terbatasnya sirkulasi dan panjang rangkaian.
Tabel 4. Estimasi Perkembangan Lalu lintas Kereta Api
Sumber: Studi Perkeretaapian Nanggroe
Aceh Darussalam, SNCF International
Studi yang dilakukan oleh SNCF Internasional juga
memperhatikan biaya-biaya eksternal untuk efisiensi transportasi seperti
pengurangan kecelakaan di jalan raya, penghematan waktu, peluang industri dan
pertanian serta penghematan penggunaan bahan bakar. Rekomendasi studi kelayakan
yang diterapkan dalam pembangunan kereta api Aceh, salah satunya adalah
pembangunan lebar spur 1.435 mm yang
hanya terbangun sepanjang lebih kurang 11 Km di Kabupaten Aceh Utara. Permasalahan
utama dalam pelaksanaan pembangunan adalah perubahan pemanfaatan lahan pada
jalur eksisting. Setelah penghentian operasi kereta api Aceh, sebagian besar
jalur eksisting kereta api Aceh telah berubah menjadi pusat-pusat pertokoan dan
tumbuhnya permukiman pada sisi jalur. Alternatif pemilihan rute baru mulai
dievaluasi pada saat Pemerintah Aceh mulai membahas penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah dan Rencana Induk Perkeretaapian Aceh. Tahapan rencana revitalisasi
kereta api lintas timur sepanjang 420,5 Km sesuai Rencana Induk
Perkeretapian Aceh diperlihatkan pada Gambar.1 berikut.
Gambar
1. Rencana Tahapan Pembangunan Revitalisasi Kereta Api Aceh
Sumber:
Rencana Induk Perkeretaapian Aceh
Rencana Induk Perkeretaapian Aceh yang ditetapkan
dalam Peraturan Gubernur Aceh no. 58 Tahun 2014 yang merupakan dokumen
perencanaan sebagai penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh.
Kesesuaian antara Rencana Induk Perkeretaapian dengan Rencana tata Ruang
Wilayah diharapkan dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi wilayah dan
perkembangan transportasi multimoda.
Perkembangan
transportasi multimoda di Aceh yang masih
terkendala dengan efektifitas keterpaduan antar moda,
ketika kebutuhan transportasi makin meningkat, sistem
transportasi barang yang multimoda lebih menguntungkan baik dari biaya
investasi prasarana maupun biaya total operasi transportasinya. Kebijakan
transportasi barang multimoda di provinsi Aceh seharusnya memprioritaskan
revitalisasi kereta api dibandingkan dengan rencana jalan baru, hal ini untuk
mendorong timbulnya pergerakan barang dengan biaya terendah yang akan dipilih
oleh pengguna (Sofyan M.Saleh, dkk: 2010).
Peran Dan
Fungsi Pelabuhan
Pelabuhan berperan sebagai terminal yang mempertemukan
moda transportasi baik intermodal
maupun multimodal untuk mendorong
lancarnya transaksi perdagangan serta perindustrian bagi pembangunan ekonomi
(D.A. Lasse, 2014). Kebijakan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menekankan pentingnya transportasi laut
berupa konsep Pengembangan Tol Laut. Konsep ini bertujuan untuk menurunkan
biaya logistik nasional. Salah satu isu utama pengembangan tol laut adalah penyediaan
infrastruktur yang terdiri dari 24 pelabuhan pendukung (5 pelabuhan Hub dan 19
pelabuhan feeder). Salah satu pelabuhan feeder dalam kebijakan Tol Laut adalah
Pelabuhan Malahayati di Aceh, arah pengembangan pelabuhan ini seharusnya ikut mempertimbangkan
pertumbuhan wilayah.
Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah
permintaan eksternal akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah
dan diekspor ke wilayah lain, permintaan barang dan jasa yang diekspor tersebut
akan membentuk keterkaitan perkembangan ekonomi wilayah dengan tumbuhnya
kegiatan produksi untuk memperkuat kedudukan yang menguntungkan dalam sektor
ekspor wilayah tersebut (Sakti Aji Adisasmita, 2011). Perkembangan ekspor pada tiga
pelabuhan yang berstatus diusahakan belum menunjukan dukungan terhadap perkembangan
kegiatan produksi industri. Tabel.5,
memperlihatkan aktivitas ekspor impor pelabuhan di pesisir timur Aceh, berdasarkan
jumlah dan persentase pergerakan barang ekspor menggambarkan bahwa peran
pelabuhan belum membangkitkan ekonomi wilayah. Aktivitas bongkar muat dalam
tahun 2014 memperlihatkan persentase yang besar untuk ekspor di pelabuhan Krueng
Geukueh, akan tetapi muatan tersebut adalah dari kelompok jenis minyak dan gas
bumi, secara keseluruhan menunjukan belum ada perkembangan produk industri wilayah yang manfaatkan pelabuhan sebagai pintu gerbang pergerakan
barang.
Tabel 5. Aktivitas Ekspor Impor Melalui Pelabuhan Tahun 2014
Sumber: Diolah dari Data Dishubkomintel Aceh
Rencana
pengembangan pelabuhan Malahayati dalam konsep Tol Laut dapat dikatagorikan
sebagai penyediaan prasarana transportasi yang dibangun mendahului permintaan
jasa transportasi dengan harapan supply
jasa transportasi akan menciptakan demand.
Penyediaan prasarana seperti ini harus memperhatikan kebijakan dan perencanaan
yang terkoordinasi.
PENENTUAN JALUR REVITALISASI KERETA API
Penetuan jalur kereta api yang direncanakan dalam penelitian ini memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG), yang merupakan sistem informasi berbasis komputer
untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi spasial. SIG mempunyai tujuan
untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik di bumi, menggabungkannya,
menganalisa dan memetakan hasilnya. Data yang akan diolah oleh sistem informasi
geospasial merupakan data yang berorientasi geografis dan lokasi yang memiliki
sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya (Lab. GIS Universitas
Syiah Kuala, 2015).
Secara umum langkah-langkah analisis data spasial yang menggunakan SIG
dimulai dengan analisis geospasial yang merumuskan permasalahan, tujuan,
explorasi dan inventarisasi data, menjalankan analisa dan verifikasi hasil
analisa (Indarto dan Arif Faisol, 2012). Data
yang dipergunakan berupa peta tematik bersumber dari RTRW Aceh yang melakukan pengolahan dan
penyimpanan data spasial dengan menggunakan aplikasi ArcGIS. Data informasi
lokasi dan atribut dalam sistem informasi geospasial tata ruang Aceh menjadi
dasar penentuan jalur kereta api. Analisa penentuan jalur menggunakan instrumen
tata ruang dan instrumen teknis penentuan jalur. Sasaran explorasi dan
inventarisasi data geospasial dianalisis untuk memperoleh hasil dari penentuan
jalur antara lain: Aksesibilitas Pusat Kegiatan dan Kawasan Industri, Identifikasi
Dampak Lingkungan dan Kesesuaian Teknis Jalur serta Integrasi dengan Pelabuhan.
Gambar 2.
Penggunaan Kawasan Jalur Kereta Api
Sumber:
Diolah berdasarkan RTRW Aceh 2013 – 2033
Penentuan jalur kereta api merupakan langkah-langkah teknis lebih rinci
dalam menjabarkan rencana induk yang telah ada. Secara umum, jalur kereta api
diarahkan untuk penyediaan prasarana yang berpeluang bagi pengembangan
transportasi multimoda dengan memberikan dorongan terhadap aksesibilitas
wilayah.
Pertimbangan utama dalam penentuan jalur adalah klasifikasi kawasan
berdasarkan zona transportasi Aceh yaitu Zona Pusat, Zona Utara dan Zona Timur.
Selanjutnya, pemilihan jalur dilakukan untuk mengakses struktur hirarkhi kota
yang ditetapkan dalam tata ruang wilayah, dimana terdapat PKN (Pusat Kegiatan
Nasional) dalam hirarkhi teratas, selanjutnya PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dan
yang terakhir adalah PKL (Pusat Kegiatan Lokal), serta terintegrasi dengan
pelabuhan. Keberadaan lokasi Industri juga menjadi pertimbangan sebagai kawasan
yang membangkitkan pergerakan barang.
Aksesibilitas
pada Pusat Kegiatan dan Kawasan Industri
Perhatian utama dalam peningkatan aksesibilitas wilayah berdasarkan tata
ruang wilayah adalah peningkatan aksesibilitas pada pusat-pusat kegiatan. Sistem
pusat kegiatan dalam rencana struktur ruang wilayah Aceh merupakan pusat
kegiatan bagi pelayanan perdagangan dan jasa serta simpul pergerakan umum
massal. Dengan demikian PKN yang dilewati jalur revitalisasi kereta api Aceh
yaitu Banda Aceh dan Lhokseumawe menjadi prioritas utama untuk diakses. PKN
sebagai pusat kegiatan primer melayani kegiatan dalam skala Aceh, nasional dan
internasional. Bireuen dan Langsa sebagai PKW merupakan prioritas berikutnya
untuk dilalui oleh jalur kereta api. Kawasan perkotaan ini merupakan pusat
kegiatan sekunder yang direncanakan dalam tata ruang Aceh untuk berkembang pada
masa yang akan datang.
Pusat kegiatan tersier yaitu PKL yang melayani kegiatan skala
Kabupaten/Kota tidak seluruhnya dapat diakses. PKL Jantho pada zona pusat tidak
terakses karena jalur kereta api diprioritaskan mengakses pelabuhan dengan
pertimbangan peluang berkembangnya transportasi multimoda. penyediaan akses
menuju PKL Jantho dapat direncanakan jaringan pengembangan jalur kereta api
dalam tahap berikutnya, atau bahkan mempertimbangkan PKL Jantho sebagai bagian
dalam perencanaan kereta api perkotaan Banda Aceh.
Tata ruang
wilayah Aceh memberi perhatian bagi pengembangan kawasan industri dan
pergudangan. Dukungan lebih spesifik dalam tata ruang wilayah Aceh adalah
penetapan kawasan strategis Aceh yang disebut dengan ATDC sebagai kawasan pusat perdagangan dan
distribusi Aceh. Jalur kereta api diarahkan untuk memberi dukungan tersedianya prasarana
dan sarana yang memadai dalam mendorong berkembangnya kawasan industri yang terintegrasi
dengan pelabuhan. Penegasan terintegrasinya kawasan industri dan pelabuhan dalam
tata ruang wilayah Aceh adalah dukungan kebijakan untuk pengembangan
transportasi multimoda pada masa mendatang.
Identifikasi Dampak Lingkungan dan Kesesuaian
Teknis Jalur
Pemenuhan kebutuhan pembangunan harus menyerasikan tata ruang wilayah dalam satu
kesatuan yang dinamis dan berkelanjutan. Penyediaan prasarana wilayah yang menjaga
keserasian dengan tata ruang wilayah dilaksanakan melalui pengelolaan dampak
lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan lahan. Dampak lingkungan dapat diidentifikasikan sejak
awal dengan memperhatikan perubahan tata guna lahan yang akan dipergunakan
untuk pembangunan jalur kereta api. Identifikasi perubahan tata guna lahan ini
menjadi bagian dari analisis dan pengelolaan dampak. Rencana penggunaan lahan
untuk revitalisasi kereta api Aceh berdasarkan zonasi kawasan yang dilewati
dapat dilihat pada Tabel.6.
Tabel 6. Kebutuhan Penggunaan
Lahan
Sumber: Diolah Berdasarkan Data RTRW Aceh 2013 - 2033
Penentuan jalur berupa rangkaian titik koordinat akan
menjadi data luas kebutuhan lahan setelah menetapkan lebar jalur (30 meter)
untuk rumija yang menjadi batas lahan disertifikasi. Hasil perhitungan
menunjukkan penggunaan kawasan permukiman perkotaan paling banyak terjadi pada
Zona Utara (79,87 Ha). Penggunaan lahan paling banyak merupakan kawasan perkebunan
dan pertanian, lahan perkebunan besar terjadi pada Zona Timur (86,56 Ha).
Penggunaan kawasan pertanian lahan basah paling banyak digunakan, keseluruhan
kawasan pertanian lahan basah yang digunakan mencapai 350,3 Ha, secara regulasi
kawasan ini wajib dilakukan penggantian terhadap kawasan yang dipakai.
Penentuan jalur kereta api
telah mempertimbangkan persyaratan teknis jalur secara umum, sedangkan untuk
memenuhi persyaratan teknis secara rinci perlu diselesaikan pada tahap detail engineering design. Informasi perbedaan
tinggi antar koordinat diperoleh dari analisis spasial dan menjadi dasar dalam pertimbangan
perencanaan untuk memenuhi persyaratan teknis jalur, informasi kelandaian jalur
berdasarkan koridor tahapan rencana revitalisasi kereta api Aceh digambarkan
dalam Gambar.3 berikut.
Gambar 3. Kelandaian
Jalur Kereta Api
Sumber: Pengolahan Data Citra
SRTM Resolusi 30 Meter
Integrasi Jalur
Kereta Api dengan Pelabuhan
Ketiga Pelabuhan pada masing-masing zona telah terhubung dengan jalur
kereta api. Pada zona pusat, Pelabuhan Malahayati memiliki akses langsung
dengan koridor utama. Pada pelabuhan Krueng Geukuh masih menggunakan jalur
eksisting, sedangkan pelabuhan Kuala Langsa pada zona timur, akses didapat
dengan membangun jalur khusus menuju pelabuhan, sebagaimana terlihat pada Gambar.
4 dibawah.
Gambar.4 Integrasi Jalur Kereta
Api dengan Pelabuhan
Pelabuhan
Malahayati yang ditetapkan sebagai feeder dalam program Tol Laut perlu
dipersiapkan koneksi yang baik dengan jalur kereta api, lokasi pelabuhan Malahayati
dapat menjadi prioritas dalam jangka pendek terealisasinya angkutan barang
multimoda. Untuk mendukung hal tersebut penataan rencana induk pelabuhan
Malahayati harus segera merincikan pengalokasian areal untuk fasilitas
multimoda termasuk penyiapan peralatan pendukung untuk konsolidasi barang/kargo.
Pelabuhan Krueng Geukueh sebagai pelabuhan yang melayani zona utara memiliki
lahan yang memadai untuk pembangunan prasarana interkoneksi dengan jalur kereta
api. Mengingat kawasan ini terdapat dalam rencana tahap awal revitalisasi
kereta api, maka rencana terinci integrasi jalur kereta api dan pelabuhan harus
menjadi perhatian. Pelabuhan Kuala Langsa direncanakan memiliki akses jalur
kereta api tersendiri yang akan menghubungkan dengan jalur utama, kawasan ini
akan menjadi tahap akhir pembangunan dalam rencana induk perkeretaapian, integrasi
jalur kereta api dengan pelabuhan Kuala Langsa masih dapat dipersiapkan dengan
baik.
Integrasi pelabuhan dengan
jalur kereta api membutuhkan prasarana stasiun sebagai simpul pergerakan barang,
dengan demikian perlu dipersiapkan kawasan lahan yang memadai untuk penempatan
area intermodality. Pengintegrasian
ini perlu sinkronisasi rencana induk pelabuhan dan area stasiun. Untuk
mendukung distribusi pada pusat kegiatan dan kawasan ATDC dapat dipertimbangkan
stasiun penumpang dan barang pada satu lokasi, pertimbangan ini dapat ditindak
lanjuti dalam perencanaan berikutnya. Kawasan pelabuhan dan kawasan industri
membutuhkan stasiun khusus barang dengan fasilitas pelengkap dan teknologi yang
digunakan untuk mendukung transportasi multimoda, adapun rencana lokasi simpul
pergerakan barang yang membutuhkan prasarana stasiun sebagaimana terdapat pada Tabel.
7 di bawah ini.
Tabel.7 Lokasi Stasiun
Pengembangan transportasi multimoda adalah upaya
efisiensi dalam segala bidang, maka perlu dilakukan perencanaan mendetail penyiapan
prasarana dan pemilihan teknologi yang tepat pada setiap simpul pergerakan
barang. Keputusan mendesak adalah koordinasi perencanaan untuk menerapkan
konsep integrasi kawasan industri dan pusat-pusat kegiatan dengan kawasan
pelabuhan dalam bentuk indikasi program dan kegiatan serta pentahapan, khususnya
dalam mendukung konsep pengembangan pelabuhan Malahayati sebagai feeder Tol
Laut. Sebagai perbandingan dapat belajar dari kegagalan pencapaian target
program MP3EI dalam pembangunan jalur
kereta api sepanjang 172 km dan pengembangan pelabuhan Krueng Geukueh yang tidak
terealisasi di wilayah Aceh.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Perencanaan
transportasi dengan pendekatan tata ruang wilayah merupakan strategi demand follow supply yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah dengan berkembangnya pusat-pusat kegiatan dan
kawasan industri. Keberadaan Pusat ATDC sebagai Logistic Center dalam tata ruang Aceh merupakan keberpihakan pada pengembangan
kawasan. Akibat pertimbangan hirarki dan keutamaan multimoda, maka penentuan
jalur kereta api tidak dapat mengakomudir semua pusat kegiatan dan kawasan
industri untuk terakses.
2.
Keterpaduan
jalur kereta api dengan kawasan industri dan kawasan pelabuhan akan mendorong
pengembangan konsep transportasi multimoda yang dapat meningkatkan efisiensi
pergerakan barang. Jalur kereta api merupakan
penyediaan akses dalam mendorong tumbuhnya pergerakan barang secara massal
terutama barang produksi industri yang berorientasi ekspor.
3.
Metodologi
analisis spasial sudah memadai untuk kepentingan penentuan jalur kereta api, walaupun
data yang tersedia dalam tata ruang wilayah Aceh masih terbatas dan belum
secara lengkap mengidentifikasi data semua sektor dan subsektor yang harus didukung
oleh transportasi, khususnya data-data yang menimbulkan pergerakan barang.
Saran
1.
Menghindari
tumpang tindih peran masing-masing kawasan industri yang tersebar di sepanjang
jalur kereta api dalam tata ruang wilayah maka perlu diarahkan spesialisasi
produksi berdasarkan potensi masing-masing wilayah. Pusat kegiatan atau kawasan
yang tidak dapat diakses jalur kereta api dapat dipertimbangkan jaringan
transportasi lainnya, atau bahkan evaluasi terhadap penetapan lokasi kawasan.
2.
Mempersiapkan
ketersediaan lahan, fasilitas pendukung dan teknologi yang mengintegrasikan jalur
kereta api dengan kawasan pelabuhan dan simpul-simpul pergerakan barang,
sehingga perpindahan barang antar moda dapat berlangsung efisien dan
berkembangnya transportasi multimoda.
3.
Perencanaan
transportasi multimoda dalam pendekatan tata ruang wilayah membutuhkan ruang
lingkup data tematik yang sangat beragam, upaya mengoptimalkan pengembangan
metodologi dan analisis spasial untuk perencanaan transportasi di masa
mendatang diperlukan penyempurnaan pemetaan data-data tematik yang lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Supriyatno,
2009, Manajemen Tata Ruang, CV. Media
Brilian, Tangerang
D.A. Lasse, 2014. Manajemen Kepelabuhanan, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta
Hermanto Dwiatmoko,
2013. Keselamatan Jalur dan Bangunan
Kereta Api, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Indarto dan Arif Faisol, 2012. Konsep
Dasar Analisis Spasial, CV. Andi Offset, Yogyakarta
Marsudi Djojodipuro,
1992. Teori Lokasi, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI, Jakarta
Michael Wegener,
Franz Furst, 1999. Land – Use Transport
Interaction: State of The Art, Dortmund University, Germany.
Noor Mahmudah, Danang
Parikesit, Siti Malkhamah, Sigit Priyanto, 2011. Pengembangan Metodologi Perencanaan Transportasi Barang Regional,
Jurnal Transportasi Vol. 11
Ofyar Z. Tamin, 2000.
Perencanaan dan Pemodelan Transportasi,
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Rahardjo Adisasmita,
2015. Analisis Kebutuhan Transportasi,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Rodney Tolley and
Brian Turton, 1995. Transport Systems,
Policy and Planning: A Geographical Approach, Pearson Education Limited,
England.
Tim Laboratorium GIS,
2015. Panduan ArcGIS Desktop 10,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sakti Aji Adisasmita,
2011. Transportasi dan Pengembangan
Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta
Sakti Aji Adisasmita,
2012. Perencanaan Infrastruktur
Transportasi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta
Sofyan M. Saleh,
Ofyar Z. Tamin, Ade Sjafruddin, Russ Bona Frazila, 2010. Kebijakan Sistem Transportasi Barang Multimoda di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Jurnal Transportasi Vol. 10.
World Bank, 2014. Logistics Performance Index, The World
Bank Office, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar